Laman

Minggu, 05 Juni 2011

Kartu Kredit ooh.. Kartu Kredit

Ini sebenarnya kisah yang sederhana tapi menarik untuk diambil pelajaran. Aku memiliki 3 Kartu Kredit, yang salah satunya dipake oleh Kakak Iparku (kartu itu emang sengaja dibuat untuk dia. Sebenarnya kami tidak memiliki masalah, beberapa bulan belakangan, meskipun sebenarnya kejadian ga enaknya bermula dari 2 bulan yang lalu, ketika ternyata dia melakukan pembayaran tidak sesuai dengan tagihan bahkan dibawah pembayaran minimum. 2 bulan berturut-turut aku ditelp oleh debt collector karena ada kekurangan pembayaran sebesar Rp. 25.000,00 (coba bayangkan, aku ditagih hanya karena uang Rp.25.000,00). Untuk bulan pertama sih aku cuek aja, aku bayar langsung sebesar itu via atm. Setelah itu, tenang aja, melanjutkan hidup sebagaimana adanya sampai pada bulan berikutnya.

Seperti biasa, setiap ada tagihan aku selalu memberitahu kakakku untuk tagihan dan minimum pembayaran serta tanggal jatuh tempo. Setelah itu, aku menjalankan aktifitas seperti biasa. Nah lagi-lagi, kawanku di Kantor tempatku bekerja memberitahu bahwa aku ada telp dari salah satu bank penerbit kartu (yang dipakai oleh Kakakku). Lalu aku langsung merasa bahwa itu mungkin debt collector lagi, aku menanyakan kepada kakakku, dia bilang sudah dibayar tanggal sekian. Lalu ketika aku bertanya bayar berapa dia tidak menjawab. Ya sudahlah.. aku sedikit tenang, karena menurut pikiranku, itu sudah tidak menjadi masalah. Tapi ternyata 3 hari setelah itu, ada telp lagi dari debt collector bank tersebut, memberitahukan dengan kata-kata yang bikin sakit hati, bahwa aku ada kekurangan pembayaran sebesar Rp.25.000,-. (kebayang gak siiih.. tagihan cuma sebesar itu, tapi nada si penelepon sangat menyakitkan).

Saat itu aku telepon Kakakku dengan -mungkin- sedikit kesal, maksud aku tuh kenapa bayar bisa kurang? padahal aku sudah memberitahu jumlah minimum pembayaran. Ya jujur siih, aku rada-rada kesel (mungkin karena efek di omelin si debt collector). Sejak hari itu kakakku tidak pernah menelepon atau berkomunikasi (padahal sebelumnya komunikasi kami berjalan dengan sangat baik). Tapi ya sudahlah.. aku sebenarnya merasa ga enak, tapi kata temanku sikapku itu wajar. Dan aku merasa kepada siapapun aku akan bersikap spontan seperti itu. Lalu bulan ini karena kejadian-kejadian sebelumnya, akhirnya aku membayar tagihannya dia setengah dari jumlah tagihan bulan ini.

Aku pikir masalah tersebut akan selesai dan komunikasi kami akan berjalan dengan baik (setidaknya dia akan berterimakasih karena bulan ini aku bersedia bayaran tagihannya dia), tiba-tiba pada hari minggu yang lalu aku ditelepon oleh dia untuk berkumpul dirumah ibunya, katanya dia ditelp oleh suamiku dengan cara yang tidak mengenakan hatinya, dan dia ingin menyelesaikan hutang piutang. Aku sebenarnya ga enak banget dengan dia,sisi lain memang dia memiliki kesalahan, tapi sisi lain aku mengerti kondisinya dia, makanya bulan ini pun untuk pembayaran aku yang bantu untuk bayarin.

Dan begitulah kejadian demi kejadian, masalah demi masalah terbuka dihadapan keluarganya. Hmmm.. tiba-tiba saja aku merasa tersudut. Aku bahkan dianggap sebagai oranglain oleh orang yang kita anggap sebagai keluarga. Bahkan aku yang bulan ini bayarin utangnya pun tak dianggap sebagai kebaikan (meskipun aku semula niatku hanya membantu menyelesaikan utangnya), bahkan sekedar ucapan terimakasih pun tak terdengar. Sudahlah, aku memang bukan dewa penolong, dan semua yang kulakukan untuknya pun semata-mata untuk membantu dia, jika akhirnya harus seperti ini itu akan menjadi sebuah pengalaman yang berharga.

so untuk teman-teman yang memiliki Kartu Kredit ada beberapa yang bisa diambil dari kejadian ini:
1. jangan pernah meminjamkan kartu atas nama kita kepada siapapun, bahkan kepada
keluarga sendiri
2. semua resiko kita yang nanggung jika terjadi apa-apa, bukan hanya dengan pihak
bank tapi keluarga sendiri belum tentu mau berterimakasih atas "kebaikan" kita
bahkan kita akan dianggap sebagai biang keladi masalah.
3. bayarlah kartu kredit tepat waktu
4. jangan pernah memakai kartu kredit untuk nambahin kekurangan uang belanja
bulanan, apa yang menjadi tanggungjawab suami, biarlah dia yang mengusahakan,
karena kita sebagai perempuan selalu salah dimata lingkungan (baik suami,
keluarga atau lingkungan disekitar kita).
5. jika kita hanya sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja) jangan pernah berpikir
untuk memiliki/memakai/meminjam Kartu Kredit kepada siapapun, cukuplah kita
dengan apa yang kita punya. Syukurilah apa yang kita terima.
6. seperti kata bank, semua resiko dan tanggungjawab menjadi tanggung jawab
pemegang Kartu, jadi bank tidak akan peduli siapa yang pakai, siapa yang
membayar karena seluruhnya yang bertanggungjawab adalah pemilik Kartu (nama yang tertera dalam Kartu) so jika kita ingin meminimalkan resiko jangan meminjamkan
apapun alasannya Kartu Kredit kita kepada oranglain.

semoga ini akan menjadi pelajaran yang berharga buatku..
Terimakasih Tuhan telah mengingatkan dan menunjukkan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuukk di komen-komen yaa...