Laman

Selasa, 28 Juni 2011

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, meskipun tidak seluruhnya tapi sebagian besar terjadi terhadap Perempuan. Kenapa demikian? apa karena perempuan di indentikkan dengan sebagai mahluk yang lemah? yang tak memungkinkan dirinya untuk melawan? entahlah..
Kekerasan dalam rumah tangga seringkali tidak terlihat, sejumlah pria/suami menganggap tindakan pemukulan dan penganiayaan terhadap istri sebagai hal yang biasa dan memiliki dalil dalam kitab suci, perempuan sendiri seringkali menganggap perlakuan suami yang buruk itu sebagai cobaan, sebagai suratan takdir yang tak mungkin dihindari dan hanya bisa pasrah karena menganggap itu sebagai kepatuhan kepada suami yang diajarkan oleh agama.

Kekerasan terhadap perempuan bukanlah hal yang baru, sejak jaman dahulu perempuan selalu menjadi korban dari tindak kekerasan. Kasus kekerasan dalam rumah tangga semakin hari semakin meningkat sehingga Pemerintah mengeluarkan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga untuk mengantisipasi semakin meningkatnya tindakan kekerasan yang dilakukan didalam keluarga.

Adapun bentuk KDRT yang dapat dilakukan suami terhadap anggota keluarganya adalah (Pasal 5 UU no. 23 tahun 2004):
1) Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat ;
2) Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll.
3).Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial, atau tujuan tertentu ; dan
4). Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Upaya Perlindungan
Bagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada pelakunya, antara lain (pasal 10 UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT)) :
1). Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan ;
2). Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis ;
3). Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ;
4). Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ;
4). Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan
5). Pelayanan bimbingan rohani. Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani.

Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari (pasal 39):
a. Tenaga kesehatan;
b. Pekerja sosial;
c. Relawan pendamping; dan/atau
d. Pembimbing rohani.

Korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan perempuan akan mendapat perlindungan dari pemerintah/dan atau masyarakat sehingga ia akan terhindar dari kekerasan atau ancaman kekerasan, oleh karena itu jika terjadi kekerasan, korban tak perlu takut untuk melaporkan secara langsung kepada kepolisian baik ditempat korban berada ataupun ditempat kejadian perkara, atau dapat pula memberikan kuasa kepada keluarga atau oranglain untuk melaporkan tindakan kekerasan yang diterimanya.

Pada akhirnya, kerjasama yang baik antara pemerintah, kepolisian, masyarakat dan korban sendiri akan meminimalkan terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, mengingat kekerasan rumah tangga merupakan delik aduan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuukk di komen-komen yaa...