Laman

Senin, 05 April 2010

Cerita senja

Senja mulai menawarkan kelam. Aku berdiri di hamparan hari yang berlalu, melangkah dengan ketakutan malam kan memangsaku dalam gelap, meninggalkan siang dalam kekalutan. Aku termangu menatap hamparan jingga dan tak berharap kelam kan menggantikan terangnya siang hari. Lelah, kucari bayang-bayangnya dalam hamparan malam namun tak kutemukan selain hitam.
Bulan kemerah-merahan di langit jingga, menawarkan kesejukan menggantikan teriknya matahari yang membakar siang. Lampu-lampu jalanan yang menerangi malam, seakan berlomba-lomba memberikan cahaya pada kelam, bias jingga masih tersisa di ufuk barat. Selalu saja ada ketakutan dalam kelamnya malam, seakan-akan ada raksasa yang akan memangsa pikiran dan meracuni jiwa dengan setumpuk bayang-bayang hitam. Kehampaan yang terasa dalam garis-garis malam, ketika kesunyian mengusik dan tak kudapati siapa-siapa yang akan menguatkan langkah jiwa selain sepi. Sunyi setia menemani ketika kelam menjemput. Malam seakan memberikan ketenangan bagi jiwa-jiwa yang terlelap namun menghadirkan keresahan bagi jiwa yang terjaga dalam ketakutan dan kehampaan. Tak kudapati sapaan selain semilir angin yang berlalu menerpa daun-daun yang kedinginan tak berselimut, selain embun. Tak kutemui teman bicara selain detak jarum jam yang berlalu dalam waktu, meninggalkan resah yang sedemikian berkelindan, meninggalkan sepi yang semakin menggelayut menghantarkan pagi, menjemput matahari.
Nyanyian malam melantunkan lagu kepedihan, diiringi musik alam yang menggugah nurani, mengusik sanubari, menjemput airmata, mengingatkanku akan kenangan masa lalu yang hilang dalam waktu, yang karam dalam detik yang berlalu dan terkubur dalam hari yang terlewati. Tak tersisa selain luka. Malam masih terus saja berlalu, tak meninggalkan apa-apa selain kelam. Pun tak memberikan apa-apa selain kepedihan.
Pada malam pernah kuberharap, kelamnya kan membantuku melupakan kepedihan, gelapnya akan mengusir ketakutan dalam jiwa, dan sunyinya akan memberiku ketenangan, menghadirkan mimpi indah dalam tidur, tetapi semua tak berguna, ketika pagi menjemput aku belum sempat terlelap, aku belum sempat membuang seluruh kenangan. aku masih menyisakan air mata, aku masih memiliki kepedihan dan aku masih menemukan sepi dalam riuhnya pagi.
Pada pagi aku pun pernah berharap, terangnya kan membunuh takut, ramainya kan membunuh sepi meski ternyata hari masih saja belum berubah dan aku masih saja berdiri dalam kerapuhan dan kehampaan, masih bergelut dalam sepi meski dunia ternyata lebih ramai dari yang diperkirakan.
Lalu kurajut hari-hari dengan kemampuan yang tersisa, tentu tak memaksa sebab aku tak memiliki keinginan untuk memaksakan apapun, tidak terhadap diriku sendiri pun orang lain, kuhindari kelamnya malam, kuhindari terangnya siang dan aku berada diantaranya, diantara sepi dan ramai, diantara kelam dan terang, diantara kenyataan dan mimpi.

15 September 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuukk di komen-komen yaa...