Perempuan tua itu tampak tegar menikmati senjanya yang kelabu
Menanggung beban hidup yang tak kunjung usai
Tanpa anak apalagi suami terkasih
Menumpang famili tanpa belas kasih
Oooh engkau,
Menanggung hidup yang membuatmu berjalan kian menunduk
Bekerja keras demi hidup satu-satunya yang kau miliki
Zaman menggilasmu dalam kemeriahan peradaban
Semangatmu, ceriamu, kekuatan yang kau pancarkan setiap hari
Seolah hidup tak membebanimu, menerima hidup yang Tuhan beri
Meski kau tak pernah mengingankannya untuk seperti yang kau jalani
Kemegahan untukmu adalah sebuah hunian yang nyaman, bukan istana
Sebuah ruangan yang tak pengap dan lembab, bukan pula sebuah gudang yang tak layak kau tinggali
Meski kau menerimanya dengan sepenuh hati
Duuh...
Hatiku menangis saat ku tahu tempat macam apa yang kau tinggali
Jiwaku meringis menyaksikan hidup yang memangsamu dengan masa tua yang kejam
Tak sanggup lagi tersnyum melihat ketegaranmu
Ingin ku tangkap pedih yang kau simpan di kelopak matamu yang tlah melamur karena usia
Agar hanya kulihat bunga yang menari di hitam bola matamu yang buram
Menatap ringkih tubuhmu, melihat renta punggungmu memberiku pelajaran dan rasa syukur, menyadari bahwa hidupku teramat beruntung
Kau, pelajaran hidup yang luput ku baca dari bab tentang kepedihan, ketegaran dan kekuatan menjalani semesta
"Semoga Tuhan menemani malam-malammu yang mungkin tak pernah melelapkanmu, menjagamu dalam setiap keadaan, memberimu kesehatan dan membawamu dalam khusnul khotimah"
*catatan untuk Mak Yoyoh yang begitu tegar menjalani hidup*
Menanggung beban hidup yang tak kunjung usai
Tanpa anak apalagi suami terkasih
Menumpang famili tanpa belas kasih
Oooh engkau,
Menanggung hidup yang membuatmu berjalan kian menunduk
Bekerja keras demi hidup satu-satunya yang kau miliki
Zaman menggilasmu dalam kemeriahan peradaban
Semangatmu, ceriamu, kekuatan yang kau pancarkan setiap hari
Seolah hidup tak membebanimu, menerima hidup yang Tuhan beri
Meski kau tak pernah mengingankannya untuk seperti yang kau jalani
Kemegahan untukmu adalah sebuah hunian yang nyaman, bukan istana
Sebuah ruangan yang tak pengap dan lembab, bukan pula sebuah gudang yang tak layak kau tinggali
Meski kau menerimanya dengan sepenuh hati
Duuh...
Hatiku menangis saat ku tahu tempat macam apa yang kau tinggali
Jiwaku meringis menyaksikan hidup yang memangsamu dengan masa tua yang kejam
Tak sanggup lagi tersnyum melihat ketegaranmu
Ingin ku tangkap pedih yang kau simpan di kelopak matamu yang tlah melamur karena usia
Agar hanya kulihat bunga yang menari di hitam bola matamu yang buram
Menatap ringkih tubuhmu, melihat renta punggungmu memberiku pelajaran dan rasa syukur, menyadari bahwa hidupku teramat beruntung
Kau, pelajaran hidup yang luput ku baca dari bab tentang kepedihan, ketegaran dan kekuatan menjalani semesta
"Semoga Tuhan menemani malam-malammu yang mungkin tak pernah melelapkanmu, menjagamu dalam setiap keadaan, memberimu kesehatan dan membawamu dalam khusnul khotimah"
Sungguh aku meringis membaca kehidupanmu
*catatan untuk Mak Yoyoh yang begitu tegar menjalani hidup*
wah jadi terharu bacanya. nice poem!!!
BalasHapusterimakasih sudah berkunjung.. sebenarnya itu bukan puisi, terinspirasi oleh mak tua yang bertugas mengambil sampah di Kantor ku, sekarang dia lagi sakit, dan selama dia bekerja belum pernah saya melihat tempat tinggalnya dan ternyata... aku tak bisa membayangkan beban hidupnya untuk orang se-renta itu... pediiiih.. ingin menangis....
BalasHapusOrang orang hebat... tanpa disadari ada disekitar kita...
BalasHapuskalo melihat yg seperti ini, mengingatkan kita untuk selalu bersyukur :)
BalasHapussalam kenal ^^
@bunda Azka: yuph.. hanya saja terkadang kita sering merasa enggan untuk "belajar" dari mereka yang terabaikan oleh kemodernan zaman, padahal mereka adalah orang-orang yang kuat, yang tegar menerima takdir ^_^. terimakasih sudah berkunjung..
BalasHapus@first gamut: iya betul.. jika kita mau melihat "ke bawah" kita akan menyadari betapa bersyukurnya kehidupan yang kita miliki.. Salam kenal juga.. terimakasih sudah berkunjung..