Laman

Kamis, 19 Mei 2011

sepercik harapan di pagi hari

Apa yang kamu pikirkan tentang kehidupan yang lebih baik? memutus harapan seseorang, menguncinya dalam keangkuhan atau membiarkannya mengapung di awang-awang tanpa kepastian, atau membalasnya dengan mendua hati?

Kenyataan kadangkala tak sebaik impian, tapi bukan berarti kita tak memiliki harapan. Hidup harus selalu diperjuangkan. Harus diupayakan, bahkan saat kita merasa tak berdaya, bukankah putus asa adalah salah satu bentuk kufur nikmat?

Sampai sejauh mana kita berusaha? Nampaknya kita belum melakukan tindakan apapun selain melampiaskan rasa marah, mengutuki kehidupan, memprotes takdir, menyangkal beberapa kebaikan Tuhan dan menyesali kehidupan. Kita diam tak beranjak kemana-mana. Ujian yang Tuhan beri belum seberapa dibanding dengan nikmat yang telah kita peroleh.

Tak perlu jauh menengok sampai Palestina atau Afrika, lihatlah tetangga kita, tukang becak tua yang selalu berusaha untuk keluarganya ditengah asma nya yang tak kunjung sembuh. Lihatlah tukang ojek bisu itu, tak peduli hujan menunggu penumpang meski harus berbasah-basah tanpa jas hujan. Lihatlah penghuni gubuk pinggir kali itu, penghuni rmah kardus yang bahkan tak pernah tidur nyenyak karena dingin dan sempit. Tengoklah petani di gubuk tua itu, renta dan bahkan tinggal di gubuk yang mungkin usianya sama tua dengan dirinya. Lihat...lihatlah disekeliling kita, kehidupan begitu kejam, memangsa tanpa belas kasihan.

Lalu kita? mestinya kita bersyukur diberi banyak kemudahan. Diberi banyak kenikmatan dan kesempatan untuk meraih hal-hal yang kita inginkan, dan kita kalah oleh ujian yang tak seberapa, mengurung ego dalam perbedaan, tak maukah kita membuka hati? Kehidupan yang lebih baik adalah saling memperbaiki diri, membuang amarah, melepas ego dan rasa ketersinggungan, lalu memberi pengabdian. Kau memberi hormat dan kasih sayang, maka aku memberi pengabdian, cukup adil bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuukk di komen-komen yaa...