Belakangan ini gejolak di Pulau Cendrawasih kembali menjadi headline news di media-media baik lokal maupun nasional (mungkin internasional). Meskipun berita yang menjadi sorotan tidak selalu menjadi "tentang Papua" secara keseluruhan, sebab pemberitaan itu hanya sekitar Timika khususnya tempat dimana perusahaan tambang Amerika PT. Freeport berada. Tidak, saya tidak hendak menceritakan tentang peristiwa yang telah kita ketahui secara umum, saya hanya ingin menceritakan sedikit kisah tentang Papua yang "sedikit" terekam dalam ingatan.
Kenangan saya tentang Papua - dahulu Irian Jaya - membekas diantara buku yang saya lupa judulnya, kalo tidak salah karya Motinggo Busye, itu pun saya baca berpuluh-puluh tahun lalu, ketika masih SD. Disanalah saya mengenal sebagian dari Papua, memang hanya sebatas Manokwari dan Biak (karena buku itu menceritakan tentang kisah di daerah tersebut), tapi itulah perkenalan saya dengan "Papua" yang katanya menyimpan pesona alam yang luar biasa indah. Itulah yang terekam dalam ingatan saya dan mentasbihkan dalam hati, suatu saat saya harus mengunjunginya (meskipun sampai saat ini belum kesampaian).
Hal lainnya yang terekam adalah cerita dari om saya yang kebetulan bertugas di Pedalaman Papua tepatnya di Perbatasan Papua dan Papua Nugini. Si om menceritakan bahwa satu sisi dia bangga dengan keanekaragaman hayati dan kekayaan alam yang berlimpah di Papua namun sisi lain dia sangat sedih betapa menyedihkannya orang-orang (terutama suku-suku) yang ada disini, kemiskinan adalah hal yang menonjol. Ironis, di tempat yang begitu makmur, mereka hidup miskin dan -maaf- bodoh. Sedikit sekali anak-anak pedalaman yang sekolah, dan kalo pun ada mereka harus menempuh perjalanan yang sulit. Om saya mengatakan bahwa tiap hari selain menjaga keamanan dan perbatasan yang beliau lakukan adalah mengajari anak-anak suku pedalaman menulis dan membaca, tentu dengan fasilitas yang terbatas. Om saya berkata, beruntunglah kita hidup di jawa, dimana segala fasilitas dapat kita peroleh dengan mudah, tentu saja dia menasehati saya supaya rajin belajar hehehe..
dan yang terakhir adalah cerita tentang seorang kawan saya, kebetulan orangtuanya kerja di perusahaan yang sekarang menjadi berita (PT. Freeport), setiap libur dia selalu balik ke Timika, meskipun dia sendiri orang Sunda, tapi karena orangtuanya berada di sana, jadi dia selalu pulang ke Papua saat liburan. Cerita yang dia miliki memang bukan cerita yang menyedihkan, sebagai anak salah satu pegawai Freeport dia memiliki segala kemudahan dan fasilitas yang terdapat di Timika, namun sering kali dia membicarakan orang Papua asli yang hanya menjadi -pegawai rendahan- di wilayahnya sendiri atau cerita tentang penduduk lokal dengan segala permasalahannya. Memang ada beberapa warga papua yang "telah menjadi orang sukses" akan tetapi kebanyakan orang Papua hidup miskin ditengah "kemewahan" warga Freeport. Dia sering menceritakan setiap pagi selalu saja ada orang papua yang datang kerumahnya, apakah hendak menjual atau lebih tepatnya menukarkan hasil kebun dengan barang-barang kebutuhan seperti garam, beras dan lain sebagainya. Kehidupan warga asli berbanding 100 % dengan pendatang yang bekerja di Freeport, dan secara jujur dia mengakui kesenjangan sosial sangat begitu tinggi.
Sedih memang jika melihat kenyataan seperti itu, Papua memiliki kekayaan alam dan keindahan yang luar biasa akan tetapi karena terbatasnya sumber daya manusia menjadikan daerahnya sendiri tidak lebih sama dengan daerah-daerah lainnya -atau barangkali mungkin lebih miskin. Padahal telah ada UU khusus yang mengatur tentang otonomi daerah Papua termasuk juga anggaran untuk pembangunan.
Semoga pemerintah mampu menyelesaikan konflik Papua ini dengan damai dan tanpa pertumpahan darah (baca tanpa Operasi Militer).
koreksi: judulnya kurang huruf A :)
BalasHapusiya betul, Papua itu SDAnya kayak, tapi potensi SDMnya kurang, sangat kurang. baru saja tadi di kampus saya bercengkrama dg teman orang asli Papua. saya bilang "jaga Papua ya, jgn lepas dr Indonesia" hehehe..
permasalahan antara masyarakat sipil, karyawan freepot, freepot, TNI, pemerintah dan pihak asing tersebut seperti sebuah skenario yg sulit ditebak, tapi kok saya ngerasa ada sesuatu dibalik itu, yg sangat kentara hal ihwalnya. takut juga buat blak-blakan di sini. hehehehe.. pokoknya ada penggerak yg mengadu domba buat beberapa warga Papua menginginkan makar. terlepas dari tuntutan mereka ttg pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. kita tidak bs menutup diri dr itu, memang benar Papua dikeruk tapi ditelantarkan. kasihan :(
sangat sepakat dan sependapat dengan Irma Devi Santika...
BalasHapusJadi pengin ke papua, lihat secara langsung.
@irma: hehehe.. thanks koreksinya.. iya betul.. kurang "A" ternyata.. lagi rusuh heuheuheu..
BalasHapusiya setuju banget.. sebenarnya kalo ditelantarkan juga nampaknya sih engga, karena dengan otonomi khusus dana untuk Papua jauh lebih besar daripada daerah lain, sayangnya tidak ada monitoring tentang penggunaan dana otonomi khusus itu..
nampaknya siih iya juga ada "sesuatu" dibalik semua yang terjadi.. semoga saja tidak seperti apa yang kita pikirkan..
@Baha: hehehe... thanks sudah berkunjung..
nasib anak negeri..!
BalasHapusPapua ohh papua..!!! sdh lama sekali saya tahu diskriminasi disana. tp tampaknya cengkraman pusat terlalu kuat.
semga papua bisa lebih baik,
BalasHapussemoga pemerintah tidak memikirkan dirinya sendiri.
oya bentar lagi raimunas di papua. smoga sukses.
@Bang Roe: yuuph.. diskriminasi yang telah berjalan sangat lama.. bahkan sebagian dari kita mungkin menganggap saudara kita yang di Papua sebagai warga kelas 2..
BalasHapus@naila: yaaa.. semoga kehidupan sodara kita yang di Papua menjadi lebih baik dan pemerintah punya solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik..
Semoga ini awal untuk kebaikan bersama..!
BalasHapuspolemik yg sudah berakar serabut..tentunya pemerintah harus mempelajari karakter org papua,langsung terjunkan tim ahli ke lapangan,jgn asal terima laporan di atas kertas,tentunya kita mendambakan papua yg aman dan makmur..
BalasHapusmasyarakat yang hidup di Papua juga saudara sebangsa dan setanah air Indonesia, janganlah dibedakan dalam hal apapun :)
BalasHapuspadahal di papua itu kalau bisa diolah oleh kita, bisa menjadi kaya raya dan bisa mengatasi kemiskinan yang ada, tapi sayang ya bunda harapan itu tidak sesuai dengan kenyataannya. oh iya kalau sempat mampir ke blog saya ya sobat ada sebuah tulisan hangat untukmu bunda hehe.
BalasHapusSalam Persohiblogan ^_^
Assalamualaikum. salam kenal teteh ti abdi :)
BalasHapuskunjungan pertama.
abdi follow heula nya? blogna.
ditunggu follow baliknya :)
Semoga nantinya freeport alan lebih memperhatikan kesejahteraan penduduk aslinya disana.
BalasHapusIroni, penduduk asli kekurangan justru para pendatang lah yang mengeruk segala kekayaan alam disana
sama saya juga ingin ke papua jadinya,,,
BalasHapuskeren mass poastingannya
BalasHapusmakasii mass atas informasi.a
BalasHapus